Hanya 4 partai berbasiskan Islam yang lolos pada Pemilu 2009 lalu, yaitu PKS, PKB, PAN, dan PPP.
Partai berbasisikan Islam lainnya tumbang. Sebaliknya, partai yg selalu berjaya adalah partai-partai yang berasaskan nasionalis dan kebangsaannya alias yang tidak menggunakan embel-embel agama.
Pada Pemilu 2009 lalu hasil suara PKS, PAN, PKB, dan PPP jika digabungkan hanya 25 juta lebih atau 24,15% dari suara sah. Sedangkan partai-partai nasionalis (PD, PDIP, PG, Gerindra, Hanura) memperoleh sekitar 60 juta, atau 57% lebih. Bandingkan PKS yg sudah mengikuti pemilu 3 kali, dan Demokrat yang baru 2 kali. PKS sejak Pemilu 1999 baru mampu menghasilkan suara terbanyak pada Pemilu 2004 yaitu 8,3 juta (7,3%). Pemilu 2009 sebenarnya jumlah pemilih menurun yaitu menjadi 8 juta, walau persentasenya naik menjadi 7,8% gara-gara diberlakukan Parliement Treshold. Sementara Partai Demokrat terjadi kenaikan yang luar biasa dari 8,4 juta (7,5%) saat Pemilu 2004 menjadi 21,8% dengan jumlah suara 21, juta lebih.
Jadi PKS pun yang memiliki soliditas paling tinggi jumlah pemilihnya berkurang sekitar 300 ribuan. Ini mengindikasikan partai yang berbasisikan agama akan mengalami kesulitan untuk menjadi besar, bahkan akan cenderung stagnan atau menurun seperti dialami PPP, PKB, dan PAN.
Kondisi lain yang patut dicermati juga, bahwa partai-partai berbasis Islam selalu terpecah-pecah menjadi beberapa partai dan hingga saat ini belum pernah terbukti bisa bersatu, padahal semua pengurus dan para kader sama-sama menggunakan Kitab Al-Qur'an yang sama.
Hipotesa saya sementara ini, bahwa partai-partai Islam tidak akan bisa menjadi besar. Untuk mendukung hipotesa saya ini, secara perlahan saya mencoba mencari jawabannya dengan cara diskusi dan meminta pencerahan dari beberapa orang yang bisa saya anggap tokoh yang memahami sejarah.
Sementara ini penyebab utamanya, bahwa karakter rakyat Indonesia yang mayoritas muslim itu adalah cenderung menyukai keberagaman. Islam sendiri masuk ke Indonesia setelah sebelumnya masuk animisme, Hindu, Budha. Bahkan Islam sendiri di Indonesia ini sangat beragam dan lengkap, semua majhab ada, bahkan berbagai aliranpun muncul dan banyak pengikutnya.
Menurut saya, kunci utamanya (sementara ini) adalah rakyat Indonesia dengan latar belakang sosial, agama apapun lebih menyukai wadah yang menerima keberagaman.
Partai Islam ataupun partai yang berbasiskan Kristen adalah wadah politik yang homogen yaitu berdasarkan agama tertentu, yang menunjukkan ketidakberagaman. Sebaliknya partai-partai lainnya yang berlandaskan Pancasila alias menganut faham nasionalis atau kebangsaan lebih disukai karena dapat mewadahkan dari kalangan manapun, atau wadahnya sesuai dengan karakter dan sejarah rakyat Indonesia yang menyukai keberagaman.
Bukti lemahnya partai Islam adalah belum mampunya mengangkat dan menjadikan calon pemimpin nasional dari kalangan umat Islam. Indikasi lainnya, bahwa partai Islam masih sangat lemah adalah masih rendahnya kemampuan bernegosiasi.
Semoga bermanfaat.
Partai berbasisikan Islam lainnya tumbang. Sebaliknya, partai yg selalu berjaya adalah partai-partai yang berasaskan nasionalis dan kebangsaannya alias yang tidak menggunakan embel-embel agama.
Pada Pemilu 2009 lalu hasil suara PKS, PAN, PKB, dan PPP jika digabungkan hanya 25 juta lebih atau 24,15% dari suara sah. Sedangkan partai-partai nasionalis (PD, PDIP, PG, Gerindra, Hanura) memperoleh sekitar 60 juta, atau 57% lebih. Bandingkan PKS yg sudah mengikuti pemilu 3 kali, dan Demokrat yang baru 2 kali. PKS sejak Pemilu 1999 baru mampu menghasilkan suara terbanyak pada Pemilu 2004 yaitu 8,3 juta (7,3%). Pemilu 2009 sebenarnya jumlah pemilih menurun yaitu menjadi 8 juta, walau persentasenya naik menjadi 7,8% gara-gara diberlakukan Parliement Treshold. Sementara Partai Demokrat terjadi kenaikan yang luar biasa dari 8,4 juta (7,5%) saat Pemilu 2004 menjadi 21,8% dengan jumlah suara 21, juta lebih.
Jadi PKS pun yang memiliki soliditas paling tinggi jumlah pemilihnya berkurang sekitar 300 ribuan. Ini mengindikasikan partai yang berbasisikan agama akan mengalami kesulitan untuk menjadi besar, bahkan akan cenderung stagnan atau menurun seperti dialami PPP, PKB, dan PAN.
Kondisi lain yang patut dicermati juga, bahwa partai-partai berbasis Islam selalu terpecah-pecah menjadi beberapa partai dan hingga saat ini belum pernah terbukti bisa bersatu, padahal semua pengurus dan para kader sama-sama menggunakan Kitab Al-Qur'an yang sama.
Hipotesa saya sementara ini, bahwa partai-partai Islam tidak akan bisa menjadi besar. Untuk mendukung hipotesa saya ini, secara perlahan saya mencoba mencari jawabannya dengan cara diskusi dan meminta pencerahan dari beberapa orang yang bisa saya anggap tokoh yang memahami sejarah.
Sementara ini penyebab utamanya, bahwa karakter rakyat Indonesia yang mayoritas muslim itu adalah cenderung menyukai keberagaman. Islam sendiri masuk ke Indonesia setelah sebelumnya masuk animisme, Hindu, Budha. Bahkan Islam sendiri di Indonesia ini sangat beragam dan lengkap, semua majhab ada, bahkan berbagai aliranpun muncul dan banyak pengikutnya.
Menurut saya, kunci utamanya (sementara ini) adalah rakyat Indonesia dengan latar belakang sosial, agama apapun lebih menyukai wadah yang menerima keberagaman.
Partai Islam ataupun partai yang berbasiskan Kristen adalah wadah politik yang homogen yaitu berdasarkan agama tertentu, yang menunjukkan ketidakberagaman. Sebaliknya partai-partai lainnya yang berlandaskan Pancasila alias menganut faham nasionalis atau kebangsaan lebih disukai karena dapat mewadahkan dari kalangan manapun, atau wadahnya sesuai dengan karakter dan sejarah rakyat Indonesia yang menyukai keberagaman.
Bukti lemahnya partai Islam adalah belum mampunya mengangkat dan menjadikan calon pemimpin nasional dari kalangan umat Islam. Indikasi lainnya, bahwa partai Islam masih sangat lemah adalah masih rendahnya kemampuan bernegosiasi.
Semoga bermanfaat.
Comments