Skip to main content

Posts

Presiden RI 2009 dari Jatim, Jateng, atau Jabar atau ...?

Dari mana asal pemimpin yang pas untuk Indonesia? Pertanyaan itu menyeruak dari obrolan saya dengan teman-teman sesama alumni S2 Ibn. Khaldun Bogor beberapa hari yang lalu. Kami suka kumpul-kumpul dalam sebuah forum komunikasi alumni pascasarjana untuk membicarakan masalah muamalah, kepemimpinan, sosial kemiskinan, pendidikan, dll. Tema obrolan saat itu memang didominasi terkait dengan pimpinan masa depan negara kita, pasca Hade memenangkan Pilkada Jabar. Kata teman saya dari Jember, yang paling cocok Presiden RI itu berasal dari Jawa Timur, karena dari sejarahpun membuktikan kebanyakan pemimpin kita dari daerah Jatim serta didukung dengan jumlah penduduk pemilih terbanyak dari provinsi itu. Teman satu lagi, menyangkal dengan mengusulkan calon pemimpin RI itu yang cocok dari Yogyakarta atau Jateng, juga sejarah membuktikan Soeharto berasal dari Yogyakarta. Saya yang bingung, karena belum ada seorangpun Presiden dari Jawa Barat, padahal jumlah penduduknya provinsi paling besar.

Pemimpin yang Memiliki Prinsip Kuat

Pesta demokrasi akbar lima tahunan akan berulang lagi pada tahun April 2009. Pemerintahan yang dikomandani oleh SBY telah berlalu 4 tahun. Hanya tinggal 1 tahun ke depan kesempatan untuk berkarya mengelola negara ini bersama JK dan jajaran kabinetnya. Efektivitas kerja pemerintahan sisa satu tahun ini sudah banyak yang meragukan, karena perhelatan politik menjelang 2009 akan menjadi menu utama atau minimal yang akan ada di benak pikiran para pengelola negara ini. Termasuk pergerakan partai-partai yang sudah mempersiapkan strategi dan peluru tempur menjelang Pemilu 2009. Partai-partai sudah mempersiapkan trik jitu agar para juru kampanye atau tim suksesnya yang sekarang menjabat di pemerintahan dapat berkontribusi sejak dini. KPU yang dibetuk saat ini memiliki terobosan yang cukup spektakuler, yaitu adanya aturan baru bahwa kampanye dilakukan selama 9 bulan sebelum Pemilu. Di satu sisi ini merupakan angin segar bagi masyarakat agar dapat melihat, menilai sejak dini para calon wakil raky

Partai tambah banyak

”Mengapa orang-orang pada bikin partai politik terus ya”, pertanyaan itu muncul disela-sela kami akan pulang dari kantor Jakarta dari sekitar Salemba. Saya lupa hari itu adalah hari Jum’at, pulang arah ke Bogor diatas jam 5 sore dapat dipastikan macet berat. Aha, pertanyaan itu sesuai dengan yang saya fikirkan juga beberapa hari ini. Akhirnya, seperti biasa kami sepakat sembari menunggu jalanan tidak terlalu macet, kami membahas masalah partai tersebut. Namun kali ini, si Bos untungnya sedang ada tugas ke luar kota, sehingga kami hanya bertiga, plus ditemani teman kami yang suka bantu-bantu membersihkan ruang kerja. Setelah pesan kopi susu panas, kami memulai obrolan ringan tersebut. Saya mengemukakan, bahwa sebelumnya memimpikan partai akan berkurang dari 24 partai Pemilu 2004 akan menjadi 3 atau 5 partai saja. Eeehhh alih-alih berkurang, malah bertambah banyak. Harapan saya , partai-partai kecil yang visi nya hampir sama atau warnanya hampir sama bisa bergabung. Contoh, par

Indonesia harus segera mandiri

Indonesia adalah sebuah negara yang diberikan kelebihan dibandingkan negara lain. Sumber daya alam yang telah disediakan oleh Sang Pencipta sungguh berlimpah. Lupakan berbagai rintangan masa lalu, lupakan berbagai permasalahan yang menimpa negeri ini, kemiskinan, hutang luar negeri, ketergantungan negara lain, korupsi yang tidak pernah berujung di berbagai lini, harga-harga naik, kematian akibat kurang gizi, pilkada ricuh, dan lain-lain. Inilah cara yang ingin penulis ajukan, mari kita ubah fikiran yang selama ini dipenuhi dengan berbagai permasalahan MENJADI FIKIRAN PRODUKTIF ke arah kemakmuran dan kemandirian bangsa. Coba perhatikan, apa yang tidak ada di negeri ini? lautan luas dengan berbagai isinya yang berlimpah, ikan, mutiara, dan sumber alam lainnya. Bumi dan hutan luas dan subur, berbagai hasil tambang bumi ada di negeri kita ini, hutan dan kebun sangat luas. Semua adalah sumber alam yang keberadaannya GRATIS sudah ada sejak dahulu negeri ini ada. Kita tidak perlu menimbun

Bangkitkan Pemimpin Indonesia yang KUAT

Bangkitkan Pemimpin Indonesia yang KUAT Bangkitkan Pemimpin Indonesia yang KUAT oleh : Jaja Triharja, ST, M.E.I Indonesia masa depan sangat ditentukan oleh sang pemimpinnya. Orde lama dan Orde baru dapat dijadikan pelajaran. Kepemimpinan pada masa itu belum berhasil mengangkat masyarakat Indonesia yang sejahtera dan kuat. Indonesia belum mandiri, padahal sudah merdeka 60 tahun lebih. Era repormasi sejak tahun 1997 pasca jatuhkan rezim orba, masih belum memperlihatkan harapan yang jelas ke arah kemajuan dan kemandirian negera Indonesia. Negara dan bangsa ini masih mudah diatur dan didikte oleh negara lain, juga oleh konglomerat. Empat presiden pasca ambruknya orba, belum ada gebrakan yang benar-benar membela rakyat untuk kemajuan bangsa bengsa. Sebagian besar program-program para pemimpin negeri ini belum menghasilkan karya nyata sebuah perubahan signifikan ke arah kekuatan ekonomi, kekuatan sosial, bangsa mandiri, dan sejahtera. Menjelang Pemilu 2009, rakyat semestinya tidak lagi

Lumbung Ketahanan Pangan Dan Ekonomi

Indeks Kemampuan Penanggulangan Kemiskinan & Lumbung Ketahanan Pangan Dan Ekonomi Sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan Mandiri Di Setiap Wilayah Terkecil (Mikro) Rukun Tetanggag (RT) Oleh : Jaja Triharja ST, M.E.I Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, dan kondisi lingkungan. Menurut laporan BPS [1] jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen) . Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan hasil pendataan dari Badan Pusat Statistik dan DIPA Departemen Sosial yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan untuk sasaran program Penyaluran Subsidi Langsung Tunai Bagi Rumah Tangga Miskin, Kompensasi Pengurangan Subsisi BBM 2005 adalah 15,4 juta [2] . Angka jumlah keluarga miskin tersebut didasarkan standar yang digu