Pada tgl 23 Juni saya mencoba2 menebak skor Pemilu Presiden 2014 ini. Saya menuliskan beberapa skor, dan ada satu skor yg sangat mendekati hasil rekap KPU 22 Juli 2014, yaitu 53,38% vs 46,62%.
Tapi saya saat itu tdk memprediksi pasangan mana yg menang.
Namanya juga prediksi angka saja, boleh dibilang main2 angka saja. Prediksi ini mengalahkan hasil quick Count hampir keseluruhan lembaga survey. RRI saja yg dianggap bisa lebih tepat ternyata meleset. Memang ada yg mendekati seperti skor angka yg saya tulis yaitu QC dari LSI, kalo tdk salah diangka sekiat 53% dan 46% memenagkan Jokowi-JK.
Apa artinya ini? apakah lembaga2 survey ini asal2 an mengolah dan melakukan pengumpulan suara sample? atau karena berada di kubu masing2 bertindak tidak nyata bahkan cenderung rekayasa, dan dg tujuan untuk mempengaruhi opini rakyat dan mempengaruhi KPU.
Saya rasa untuk selanjutnya, tidak usah ada lagi Quick Count yg berada di kubu2 masing2 yg diumumkan ke publik. Jikalau masih ada lembaga survey, hrs yg benar2 independen, diaudit proses dan sistem pengolahannya, secara terbuka. Saya sih, cenderiung gak usah lagi menaroh kepercayaan bangsa dan negar aini hanya kpd lambaga survey. Lebih baik KPU membangun sistem Quick Real Count (QRC) yg benar2 handal dan terbuka, atau berada di Bawaslu atau Panwalu. Dg tujuan sbg pembanding saja. Nah yg lebih bagus lagi, KPU pada Pemilu 2019 mampu menerakpan eVote, pemilihan secara elektronik. Walau belum bisa diseluruh Indonesia, tapi bisa dimulai untuk di wilayah2 yg memadai dari sisi jaringan akses data dan sistemnya, misal di kota/kabupaten yg sdh siap inprastrukturnya komunikasinya. Sisanya dilaksanakan dg pemilu manual.
Lebih dari itu adalah mari kiat gunakan data eKTP yg benar2 sdh bersih, tanpa duplikasi sedikitpun untuk dijadikan data pemilih.
Semoga bermanfaat,
JT
Tapi saya saat itu tdk memprediksi pasangan mana yg menang.
Namanya juga prediksi angka saja, boleh dibilang main2 angka saja. Prediksi ini mengalahkan hasil quick Count hampir keseluruhan lembaga survey. RRI saja yg dianggap bisa lebih tepat ternyata meleset. Memang ada yg mendekati seperti skor angka yg saya tulis yaitu QC dari LSI, kalo tdk salah diangka sekiat 53% dan 46% memenagkan Jokowi-JK.
Apa artinya ini? apakah lembaga2 survey ini asal2 an mengolah dan melakukan pengumpulan suara sample? atau karena berada di kubu masing2 bertindak tidak nyata bahkan cenderung rekayasa, dan dg tujuan untuk mempengaruhi opini rakyat dan mempengaruhi KPU.
Saya rasa untuk selanjutnya, tidak usah ada lagi Quick Count yg berada di kubu2 masing2 yg diumumkan ke publik. Jikalau masih ada lembaga survey, hrs yg benar2 independen, diaudit proses dan sistem pengolahannya, secara terbuka. Saya sih, cenderiung gak usah lagi menaroh kepercayaan bangsa dan negar aini hanya kpd lambaga survey. Lebih baik KPU membangun sistem Quick Real Count (QRC) yg benar2 handal dan terbuka, atau berada di Bawaslu atau Panwalu. Dg tujuan sbg pembanding saja. Nah yg lebih bagus lagi, KPU pada Pemilu 2019 mampu menerakpan eVote, pemilihan secara elektronik. Walau belum bisa diseluruh Indonesia, tapi bisa dimulai untuk di wilayah2 yg memadai dari sisi jaringan akses data dan sistemnya, misal di kota/kabupaten yg sdh siap inprastrukturnya komunikasinya. Sisanya dilaksanakan dg pemilu manual.
Lebih dari itu adalah mari kiat gunakan data eKTP yg benar2 sdh bersih, tanpa duplikasi sedikitpun untuk dijadikan data pemilih.
Semoga bermanfaat,
JT
Comments