Yo yo yo... bebepara hari ini saya mengingat2 apa yg terjadi di debat Capres 22 Juni lalu. Sebelumnya sy tidak ingin menuliskan catatan2 ini, karena secara keseluruhan mustinya debat tersebut dengan tema politik internasional dan ketahanan nasional, adalah tema yg Prabowo banget. Namun apa yg terjadi, sesuai dg kondisi siklus bioritmik bahwa Prabowo yg berada dalam posisi negatif 100% intelektual dan -79% emosional, kondisi ini mungkin mempengaruhi penampilan Capres ni urut 1 ini di panggung debat. Ini bisa jadi ada pengaruhnya, menurut saya Prabowo masih kurang mantap , kurang menggigit padahal temanya dipastikan Prabowo unggul jauh dan lebih siap daripada Jokowi.
Entah ada pengaruh lain???
Makanya perlu saya ulang lagi, bahwa hitungan bioritmik bukan untuk mermprediksi apa yg akan terjadi, tapi bioritmik berfungsi utk menyikapi dan mempersipan kondisi2 sebelum terjadi jika terdapat elemen siklus hidup yg sedang posisi negatif. Atau jika dimasa depan di event ttt pada posisi positif, maka elemen tersebut musti dioptimalkan. Tapi saya juga memahami kegiatan Capres ini setiap saat dalam kondisi sangt melelahkan untuk berkampanye di mana2.
Berikut catatan2 penting dari saya untuk kedua capres
1. Jokowi terlihat dg jelas lemah nya dlm penguasaan materi, dia berbicara mengggunakan catatan yg dipegangnya, namun catatan tersebut dipegang seperti sdg mencontek, dipegang agak dibawah dan dibaca sambil menunduk. Padahal sikap itu terekam kamera dan terlihat dg jelas oleh publik. Mustinya, jika memang membutuhkan cacatan, maka sebaiknya dibaca saja dengan lugas dan dipegang di depan dan agak di atas. Jokowi memang terlihat mampu mengimbangi Prabowo, termasuk saat tanya jawab, yg memebutuhkan jawaban dan pengetahuan yg benar.Namun, gaya Jokowi walau kurang menguasai tetap terlihat meyakinkan, walau ada bbrp pernyataan yg kurang tepat.
2. Prabowo, pada debat 22 Juni, menurut saya kurang optimal memanfaatkan tema yg sebenarnya lebih dikuasai dari pada Jokowi. Bahkan masih sering mengatakan ... saya sependapat dengan Jokowi, bahkan sering kali ketika Jokowi menjawab pertanyaan , Prabowo sering mengangguk-ngangguk, itu memperlihatkan bahwa Prabowo membenarkan jawaban Jokowi. Padahal dalam berdebat, jika ingin lebih unggul, tidak mengatakan sependapat atau mengangguk2. Walau ada jawaban yg atau pernyatan yg sejalan, mustinya Prabowo tetap menymapiakan pemikiran pribadinya, atau menyampaikan hal2 lebih mendalam.
Coba perhatikan Jokowi, dalam kondisi apapun Jokowi belum pernah mengatakan setuju, sepakat, atau sependapat dengan Prabowo. Di situlah bedanya... sikap ini cukup mampu untuk tetap meyakinkan para pendukungnya. Dengan sikpa tersebut bis ajadi sangat sedikit terjadi perpindahan pilihan.
3. Pada ulasan sebeumnya sy sempat menyampaikan bahwa Prabowo berpeluang untuk menghasilkan kesan mutlak tertinggi dari publik, namun ternyata (mungkin) akibat kondisi siklus inttelektual dan emosi yg sdg minus, maka berefek pd kurang beraninya untuk beraksi maksimal. Jika berani, saat pertanyaan tetang sikap Jokowi jika jadi Presiden apa yg dilakukan terkait laut China Selatan, mustinya mampu membalikan kondisi secara mutlak dimana sikap Jokowi kurang tepat dan menunjukan kurang menguasasi permasalahan tsb.
4. Sekor image publik yg sy prediksi 4:2 untuk Prabowo terlihat sesuai, padahal Prabowo sebenarnya bisa untuk mencapai skor 5:1 atau bahkan 6:0, jika benar2 memanfaatkan moment tersebut dengan memeberikan tekanan2 dan pertanyaan yg berat dan mengagetkan.
Sebagai catatan saja, saya menonton debat tgl 22 Juni tersebut sedang berada di kampung saya di Sumedang, dan sebagian warga di kampung tersebut hampir berimbang mendukung kedua Capres tsb, bahkan kabupaten Sumedang terlihat lebih banyak atribut Jokowi-JK. Saya kurang faham, apakah mesin2 partai koalisi kurang bergerak?
semoga masukan ini dapat dijadikan bahan untuk perbaikan pada 2 debat selanjutnya.
semoga ada manfafaatnya bagi timses dan tim ahli kedua kubu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.
Saya menuliskan catatan ini tetap berusaha obyektif.
salam perjuangan,
JT
Entah ada pengaruh lain???
Makanya perlu saya ulang lagi, bahwa hitungan bioritmik bukan untuk mermprediksi apa yg akan terjadi, tapi bioritmik berfungsi utk menyikapi dan mempersipan kondisi2 sebelum terjadi jika terdapat elemen siklus hidup yg sedang posisi negatif. Atau jika dimasa depan di event ttt pada posisi positif, maka elemen tersebut musti dioptimalkan. Tapi saya juga memahami kegiatan Capres ini setiap saat dalam kondisi sangt melelahkan untuk berkampanye di mana2.
Berikut catatan2 penting dari saya untuk kedua capres
1. Jokowi terlihat dg jelas lemah nya dlm penguasaan materi, dia berbicara mengggunakan catatan yg dipegangnya, namun catatan tersebut dipegang seperti sdg mencontek, dipegang agak dibawah dan dibaca sambil menunduk. Padahal sikap itu terekam kamera dan terlihat dg jelas oleh publik. Mustinya, jika memang membutuhkan cacatan, maka sebaiknya dibaca saja dengan lugas dan dipegang di depan dan agak di atas. Jokowi memang terlihat mampu mengimbangi Prabowo, termasuk saat tanya jawab, yg memebutuhkan jawaban dan pengetahuan yg benar.Namun, gaya Jokowi walau kurang menguasai tetap terlihat meyakinkan, walau ada bbrp pernyataan yg kurang tepat.
2. Prabowo, pada debat 22 Juni, menurut saya kurang optimal memanfaatkan tema yg sebenarnya lebih dikuasai dari pada Jokowi. Bahkan masih sering mengatakan ... saya sependapat dengan Jokowi, bahkan sering kali ketika Jokowi menjawab pertanyaan , Prabowo sering mengangguk-ngangguk, itu memperlihatkan bahwa Prabowo membenarkan jawaban Jokowi. Padahal dalam berdebat, jika ingin lebih unggul, tidak mengatakan sependapat atau mengangguk2. Walau ada jawaban yg atau pernyatan yg sejalan, mustinya Prabowo tetap menymapiakan pemikiran pribadinya, atau menyampaikan hal2 lebih mendalam.
Coba perhatikan Jokowi, dalam kondisi apapun Jokowi belum pernah mengatakan setuju, sepakat, atau sependapat dengan Prabowo. Di situlah bedanya... sikap ini cukup mampu untuk tetap meyakinkan para pendukungnya. Dengan sikpa tersebut bis ajadi sangat sedikit terjadi perpindahan pilihan.
3. Pada ulasan sebeumnya sy sempat menyampaikan bahwa Prabowo berpeluang untuk menghasilkan kesan mutlak tertinggi dari publik, namun ternyata (mungkin) akibat kondisi siklus inttelektual dan emosi yg sdg minus, maka berefek pd kurang beraninya untuk beraksi maksimal. Jika berani, saat pertanyaan tetang sikap Jokowi jika jadi Presiden apa yg dilakukan terkait laut China Selatan, mustinya mampu membalikan kondisi secara mutlak dimana sikap Jokowi kurang tepat dan menunjukan kurang menguasasi permasalahan tsb.
4. Sekor image publik yg sy prediksi 4:2 untuk Prabowo terlihat sesuai, padahal Prabowo sebenarnya bisa untuk mencapai skor 5:1 atau bahkan 6:0, jika benar2 memanfaatkan moment tersebut dengan memeberikan tekanan2 dan pertanyaan yg berat dan mengagetkan.
Sebagai catatan saja, saya menonton debat tgl 22 Juni tersebut sedang berada di kampung saya di Sumedang, dan sebagian warga di kampung tersebut hampir berimbang mendukung kedua Capres tsb, bahkan kabupaten Sumedang terlihat lebih banyak atribut Jokowi-JK. Saya kurang faham, apakah mesin2 partai koalisi kurang bergerak?
semoga masukan ini dapat dijadikan bahan untuk perbaikan pada 2 debat selanjutnya.
semoga ada manfafaatnya bagi timses dan tim ahli kedua kubu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.
Saya menuliskan catatan ini tetap berusaha obyektif.
salam perjuangan,
JT
Comments